Siapa sih yang gak kenal sama penyedap makanan? Setiap hari pasti ibu-ibu yang masak atau anak kos-kosan yang suka masak menggunakan bahan yang satu ini pada masakan mereka. Alasannya sih sederhana, supaya bisa menggoyang lidah orang-orang yang memakannya dan juga meningkatkan nafsu makan. Dan, yang saat ini paling banyak digunakan sebagai penyedap masakan adalah Monosodium Glutamat.
Monosodium Glutamat pertama kali diisolasi dari ganggang laut kombu oleh ilmuwan kimia Jepang pada tahun 1908. Orang Jepang menyebut kristal bening ini sebagai aji-no-moto, yang berarti “intisari rasa” atau “pusat citarasa.” Sedangkan industri bahan makanan menyebutnya potensiator, vetsin, atau accent. Kini, 200.000 ton MSG murni diproduksi setiap tahun di lima belas negara. Bumbu masak ini dijual per mobil ke pabrik-pabrik makanan olahan dan dalam kemasan-kemasan kecil kepada konsumen. Sedangkan komposisi paling utama dalam penyedap ini adalah glutamat.
Kerju parmesan, tomat, cendawan, dan ganggang laut adalah sumber glutamat bebas yang berlimpah. Itu sebabnya sedikit saja pemakaian bahan ini dapat meningkatkan citarasa sebuah makanan. Orang Jepang mempunyai tradisi memanfaatkan glutamat dalam ganggang laut untuk membuat sup-sup yang lezat.
Bagaimana bisa Monosodium Glutamat dan Mononatrium Glutamat menguatkan cita rasa pada setiap masakan? Jawabannya tidak lain dan tidak bukan adalah sifat dasar dari glutamat itu sendiri yang pengaruhnya terjadi pada system reseptor lidah kita.
System reseptor – yang terdiri dari manis, asam, asin, dan pahit – pada lidah mempunyai peranan penting untuk memberikan rasa. Molekul-molekul dengan citarasa tertentu melekat pada reseptor lidah kita dengan lama yang berbeda sebelum terlepas kembali. Inilah mengapa lidah memberikan kadar kekuatan rasa yang berbeda pada makanan yang kita cicipi, dan di sinilah peranan glutamat.
Dalam hal ini glutamat tidaklah menjadikan masakan yang tidak enak menjadi lezat. Besar kemungkinan glutamat memastikan molekul-molekul tertentu (yang berasal dari bahan/masakan aslinya) bisa melekat lebih lama pada reseptor lidah kita. Efeknya adalah rasa yang lebih kuat dari yang diberikan oleh makanan tanpa glutamat. Selain itu, ada kemungkinan lain bahwa glutamat mempunyai reseptor sendiri yang terpisah dari reseptor yang ada di lidah kita.
Di lain sisi, MSG telah menjadi bahan perdebatan yang cukup serius dalam dunia kesehatan hingga saat ini. Di satu kubu, National Organization Mobilized to Stop Glutamat telah mengkampanyekan penghentian pemakaian glutamat ke dalam makanan. Menurut NOMSG, glutamat dan turunan-turunannya bertanggung jawab atas sekurangnya 23 keluhan, dari hidung yang terus mengucur, penebalan kantung di bawah mata, hingga serangan panik dan kelumpuhan parsial.
Di lain kubu, industry makanan tetap mempertahankan penggunaan MSG sebagai penyedap utama produk-produk mereka untuk menarik minat konsumen. Yaa.. maklumlah untuk mencari keuntungan pasar.
Sedangkan kubu netral, FDA yang telah bertahun-tahun mengevaluasi data, tetap yakin bahwa “MSG dan bahan-bahan terkait adalah bahan makanan yang aman bagi kebanyakan orang apabila dikonsumsi dalam jumlah wajar. Tetapi, mengartikan “aman bagi kebanyakan orang” akan sangat sulit jika ternyata “kebanyakan orang” itu tidak jelas maknanya.Yang jelas, Nurhasan menyodorkan referensi berdasarkan rekomendasi Badan Pengawas Obat dan Makanan di Amerika Serikat. Menurut FDA , batas aman MSG yang bisa dikonsumsi adalah di bawah dua gram. Kalau sudah dua gram sampai tiga gram, sebagaimana hasil penelitian lembaga itu pada tahun 1995, MSG bisa menimbulkan alergi. Dan, bila sampai mengonsumsi lima gram MSG, ini bisa membahayakan orang yang menderita penyakit asma.
Dulu, pada tahun 1975, Institut Pertanian Bogor pernah meneliti efek MSG terhadap ayam. Hasilnya, unggas itu mati setelah mengonsumsi makanan yang mengandung MSG. Menurut Nurhasan, efek negatif ini bisa dianalogikan dengan kasus Chinese Restaurant Syndrome. Dalam kasus ini, seorang dokter di Amerika makan di sebuah restoran Cina pada tahun 1969. Sekitar 20 menit kemudian, dia merasa mual, pusing, dan kemudian muntah-muntah. Sindrom atau kumpulan gejala ini terjadi lantaran makanan Cina mengandung banyak MSG.
Dalam buku Food and Cooking versi 2004, ahli gizi Harold McGee menyatakan bahwa setelah melalui banyak penelitian, toxicologists menyimpulkan bahwa MSG aman dikonsumsi, meskipun dalam jumlah yang banyak.”
Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa betapapun pengaruhnya penyedap makanan yang sering kita konsumsi setiap hari, kita sebagai konsumen hendaklah bersikap bijak dalam menanggapi hal tersebut. Lagipula, kita sebagai manusia biasa juga mempunyai hak untuk merasakan kelezatan makanan. Tidak ada yang melarang kita untuk menikmati citarasa suatu masakan agar kita dapat merefresh badan kita dan menjalankan aktivitas kita sehari-hari. Selain itu, kita juga harus pintar-pintar menjaga kondisi tubuh kita. Jangan karena mengkonsumsi suatu makanan secara berlebihan membuat kita sakit. Oleh karena itu, keputusan ada di tangan kita. Semoga informasi di atas bermanfaat dan lain kali kita lanjutkan kembali.
Sumber:
http://abdkodirrhmn.wordpress.com/2009/07/05/apa-itu-msg/
few words about experience, happiness, opinion, sadness, anger, dissapointment, of my life :)
Kamis, 28 April 2011
Sabtu, 16 April 2011
Langganan:
Postingan (Atom)